Jumat, 02 Juli 2010

Kesadaranku di saat teduh

Sahabat, ingat petunjuk emergensi di pesawat ?. Dulu, saya sering bingung, kenapa orang tua disuruh memakai masker oksigen duluan sebelum anaknya. Sekarang saya mengerti, dan setidaknya ini adalah kebenaran bagi saya: kita tidak bisa membahagiakan orang lain sebelum kita sendiri bahagia. Kita harus “penuh” dulu sebelum bisa “memenuhi” orang lain. Cinta bukanlah dependensi, melainkan keutuhan yang dibagi. Kita tahu betapa banyak orang di luar sana yang bicara bahwa anak harusnya menjadi pengikat, bahkan dasar. Bagi saya, Gege dan Guido bukan tali atau fondasi. Dia adalah anak panah yang akan melesat sendiri satu saat nanti. Tuhan memberikan saya busurnya, menjaga dan mengawasi anak panahnya. Kewajiban utama saya adalah menjadi manusia yang utuh agar saya bisa membagi keutuhan saya dengan mereka
Padahal, kalau direnungi dalam-dalam, sesungguhnya kita tidak pernah berbuat sesuatu untuk orang lain, meski kita berpikir demikian. Kita berbuat sesuatu karena itulah yang kita anggap benar bagi diri kita sendiri. Dan kebenaran ini sangatlah relatif.Saya selalu merasa “terancam” saat seseorang mengatur atau bahkan mendoktrin saya menjadi seperti yang dia mau. Karena Tuhanpun tidak memperlakukan saya demikian.Bagi saya, mencintai dan menikahi seseorang bukan untuk menjadikannya seperti yang kita mau, tapi dengan cinta yang tidak depensi itu tadi, kita membagi dua. Perhatian, keegoisan kita, pengertian kita, hidup kita, sampai segala hal yang harus kita bagi dua dengannya…
Jadi, untuk anda, sahabat-sahabatku yang masih single, persiapkan dirimu untuk mampu “berbagi” dengan orang lain segala milikmu. Jiwa …raga…semua milikmu.
Jika dunia ini berjalan hanya berdasarkan kesukaan Tuhan, dan Tuhan hanya suka yang baik-baik saja, mengapa kita dibiarkan hidup dengan peperangan, dengan air mata, dengan patah hati, dengan ketidakadilan, dengan kejahatan? Mengapa harus ada hitam bersanding dengan putih? Lantas, kalau ada orang yang kemudian berargumen bahwa bagian hitam bukan jatahnya Tuhan tapi Setan, maka jelas Tuhan yang demikian bukan Yang Maha Kuasa. Ia menjadi terbatas, kerdil, dan sempit.
Bagi saya, Tuhan ada di atas hitam dan putih, sekaligus terjalin di dalam keduanya. Dia memberikan yang terbaik menurut “versiNya” yang belum tentu “enak dan sesuai” dengan versi Kita. Tapi saya percaya…God is Good
Apa pun yang menanti saya sesudah ini, itulah konsekuensi, tanggung jawab, dan karma saya. Pahit atau manis. Tak seorang pun yang tahu. Namun inilah pelajaran hidup yang menjadi jatah saya, dan saya menerimanya dengan senang hati. Saya tidak berdagang dengan Tuhan. Setiap detik dalam hidup adalah hadiah. Setiap momen adalah perkembangan baru. Bagi saya, itu sudah cukup. Bagi saya, itulah bentuk kesadaran.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar