Rabu, 20 April 2011

BELAJAR DARI PUNOKAWAN


Masa kecilku identik dengan “kehidupan malam”, ya…kehidupan malam didampingi bapakku. Acara televisi waktu itu belum terlalu banyak seperti sekarang, TVRI masih menjadi tontonan utama dan begitu indah dengan segala keterbatasannya. Saat kakak-kakakku tertidur, aku justru duduk di ruang tengah dengan bapak. Kalau tidak wayang orang, music keroncong ya kethoprak…itulah menu “kehidupan malam” yang aku maksud. Dari melihat wayang orang, aku jadi tertarik dengan dunia tari, masa kecilku pun diisi dengan les tari di sanggar Arena, aku dengan kakak perempuanku cukup pede, menari tarian jawa, meski body kami all size. Aku bahkan pernah begitu bangga karena pernah tampil menari jaipong pada perayaan Natal di lingkunganku dan mendapat standing applaus dari orang-orang…..it’s amazing….tidak terlupakan.
Dengan music keroncongpun aku begitu akrab, aku tidak melibatkan diri menjadi penyanyi kerocong, ataupun pemegang alat musicnya, tapi aku pernah tertarik memetik bas bethot ( alat musik berbentuk gitar yang besar sekali, dan hanya berbunyi bas.
Dan yang terakhir adalah “kethoprak” . Bukan makanan urap orang betawi, tapi tontonan tradisional orang jawa yang syarat dengan makna. Apapun lakonnya, yang aku tunggu adalah para “punokawan” yang selalu lucu tapi penuh pesan moral.
Bapakku juga menambahkan penjelasan tentang tokoh-tokoh punokawan. Awalnya aku hanya bertanya siapa-siapa namanya, kemudian mengapa mereka berpenampilan seperti itu, dan mengapa mereka selalu menjadi “mbat-mbat’an” atau….ugh…apa ya bahasa Indonesianya…mereka selalu menjadi korban cemoohan, karena diceritakan mereka hanyalah abdi seorang kesatria.

Aku semakin menyukai tokoh punokawan setelah tahu banyak cerita dibalik penampilan mereka.

Semar….(bapak sering aku ledek sebagai semar, karena perutnya yang buncit)….Pentolan punokawan ini, memakai kuncung berwarna putih, dengan perut buncit dan bokong menojol ke belakang, setiap kali berjalan tangan satu tersembunyi di atas bokongnya, dan yang kanan menunjuk ke atas, dan dia berjalan paling depan.
Makna dari Semar adalah, kuncung putih berarti pikiran yang jernih, tangan kanannya selalu menunjukkan arah yang benar untuk pengikutnya.

Gareng mempunyai ciri yang menonjol yaitu bermata juling, bertangan cekot/bengkok dan berkaki pincang. Ke tiga cacat fisik tersebut menyimbolkan rasa. Mata juling, adalah rasa kewaspadaan, tangan cekot adalah rasa ketelitian dan kaki pincang adalah rasa kehati-hatian.

Petruk adalah simbol dari kehendak, keinginan, karsa yang digambarkan dalam kedua tangannya. Jika digerakkan, kedua tangan tersebut bagaikan kedua orang yang bekerjasama dengan baik. Tangan depan menunjuk, memilih apa yang dikehendaki, tangan belakang menggenggam erat-erat apa yang telah dipilih.

Bagong dengan dua tangan yang kelima jarinya terbuka lebar, artinya selalu bersedia bekerja keras.

Belajar dari semua itu, alangkah lengkapnya seseorang bila melakukan hidupnya berdasar tokoh punokawan, tapi maafkan aku pak….aku belum sanggup meneladan mereka…mereka terlalu sempurna. Tapi aku akan terus belajar menjadi seperti maknanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar