Rabu, 22 Juni 2011

TRY OUT PPD

TRY OUT PPD
1. Perkelahian antar remaja ada kaitannya dengan konsep diri, bagaimana kaitan antara konsep diri dan perkelahian remaja?
2. Bagaimana usaha pendidikan utuk membentuk konsep diri remaja yang sehat
3. Uraikan faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku menyimpang bagi para remaja?
4. usaha apa saja yang dilakukan untuk menanggulangi terjadinya perilaku menyimpang oleh pihak sekolah, keluarga dan masyarakat

1. KAITAN KONSEP DIRI DENGAN PERKELAHIAN REMAJA

Remaja yang terlibat perkelahian biasanya kurang mampu melakukan adaptasi pada situasi lingkungan yang kompleks. Kompleks di sini berarti adanya keanekaragaman pandangan, budaya, tingkat ekonomi, dan semua rangsang dari lingkungan yang makin lama makin beragam dan banyak. Situasi ini biasanya menimbulkan tekanan pada setiap orang. Tapi pada remaja yang terlibat perkelahian, mereka kurang mampu untuk mengatasi, apalagi memanfaatkan situasi itu untuk pengembangan dirinya. Mereka biasanya mudah putus asa, cepat melarikan diri dari masalah, menyalahkan orang / pihak lain pada setiap masalahnya, dan memilih menggunakan cara tersingkat untuk memecahkan masalah. Pada remaja yang sering berkelahi, ditemukan bahwa mereka mengalami konflik batin, mudah frustrasi, memiliki emosi yang labil, tidak peka terhadap perasaan orang lain, dan memiliki perasaan rendah diri yang kuat.

perkelahian pelajar sebenarnya bersumber pada kegagalan mengelola hasil kolaborasi antara kecenderungan agresivitas remaja dengan lingkungan, orangtua, dan konsep diri. Remaja yang tidak merasa dihargai, tidak dipahami, dan tidak diterima seperti apa adanya oleh orangtua di rumah juga akan cenderung untuk lari dari situasi riil. Dalam kondisi ini remaja yang secara psikologis mudah goyah dalam pendirian akan mudah terangsang untuk berperilaku menyimpang.
Konsep diri remaja juga sangat menentukan. Remaja yang mempunyai konsep diri positif, cenderung bersikap optimistis dan percaya diri. Sebaliknya, remaja yang mempunyai konsep diri negatif akan bersikap rendah diri, pesimistis, minder, dan menarik diri dari lingkungan atau komunitasnya.

Konsep diri memiliki beberapa indikator yaitu dimensi pengetahuan diri, harapan pada diri, dan evaluasi pada diri.
Secara teori, agresivitas remaja akan mengarah ke tingkat destruktif bila kualitas lingkungan, kualitas hubungan orangtua, dan konsep diri semuanya negatif.

2. USAHA PENDIDIKAN UNTUK MEMBENTUK KONSEP DIRI REMAJA YANG SEHAT

pengertian konsep diri adalah cara pandang secara menyeluruh tentang dirinya, yang meliputi kemampuan yang dimiliki, perasaan yang dialami, kondisi fisik dirinya maupun lingkungan terdekatnya.
guru memegang peranan kunci dalam aktivitas kelas, dan karenanya kesadaran guru terhadap pentingnya pembentukan konsep diri akan menentukan seberapa jauh pembentukan konsep diri dapat diintegrasikan ke dalam aktivitas belajar mengajar.
Bagaimanakah aktivitas belajar mengajar dapat menjadi media pembentukan konsep diri? aktivitas kelas yang memungkinkan komunikasi dan partisipasi guru – siswa dan siswa – siswa secara lebih aktif, akan membantu siswa menjadi individu yang terbuka dan menerima diri sendiri dengan lebih baik sehingga memacu pembentukan konsep diri positif, menjadi individu yang lebih mampu “mendengar”, merasakan, menghormati, dan menciptakan komunikasi yang lebih terbuka dengan yang lain.

program pengembangan konsep diri anak dilakukan pada basis yang berbeda, dari mulai kelas, sekolah sampai wilayah. pembentukan konsep diri di dalam kelas dilakukan dengan memberikan tugas berbasis kelompok dan berorientasi kepada pengembangan kemampuan siswa, serta penggunaan umpan balik terhadap kemajuan pembelajaran siswa, dan mengupayakan partisipasi aktif dan komunikasi yang terbuka antara guru – murid – walimurid. Ke semua hal tersebut dilakukan melalui berbagai kegiatan kelas seperti rotasi teman sebangku, pembuatan papan apresiasi siswa terhadap siswa sekaligus pengisian papan pernyataan penyesalan atas kesalahan yang diperbuat siswa terhadap siswa yang lain, pendampingan siswa korban narkoba, pengajaran ketrampilan hidup, Program yang dilakukan secara kontinyu tersebut, menghasilkan perubahan positif dalam diri siswa seperti penurunan angka drop out, peningkatan kehadiran siswa, penurunan kegagalan siswa dalam mata pelajaran, dan meningkatnya rasa kepedulian siswa terhadap lainnya.

Implikasinya dalam pendidikan.
Siapa saya? Mungkin ini menjadi salah satu pertanyaan penting yang harus dijawab sesorang jika ingin maju dan berkembang. Konsep diri merupakan cuatu cara untuk menjawab pertanyaan ini.
Kini, di saat pendidikan menjadi tulang punggung untuk menciptakan individu yang berkualitas, pembentukan konsep diri positif pada anak didik adalah suatu hal yang tak dapat ditinggalkan, yang harus dilakukan secara kontinyu dan menyeluruh pada setiap tahapan perkembangan anak didik. Di luar rumah, aktivitas kelas dan lingkungan sekolah memberikan warna terhadap pembentukan imdividu anak didik, yang dalam prosesnya peran guru adalah sangat vital. Keberhasilannya sangat ditentukan oleh ada atau tidaknya kesadaran, kemauan dan kreativitas guru untuk mengintegrasikan pembentukan konsep diri yang positif ke dalam kegiatan pembelajaran.

3. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU MENYIMPANG BAGI PARA REMAJA

Secara garis besar factor-faktor penyebab terjadinya tingkah laku menyimpang dapat berasal dari :

• Keadaan individu yang bersangkutan
 Potensi kecerdasannya rendah,sehingga tidak mampu memenuhi tuntutan akademik sebagaimana yang diharapkan.Akibatnya ia sering frrustasi,mengalami konflik batin dan rendah diri
 Mempuyai masalah yang tidak terpecahkan
 Belajar cara penyesuaian diri yang salah
 Pengaruh dari lingkungan
 Tidak menemukan figur yang dapat digunakan sebagai pedoman dalam kehidupan sehari-hari.

• Dari luar individu yang bersangkutan
 Lingkungan Keluarga
1. Suasana kehidupan keluarga yang tidak menimbulkan rasa aman(Keluarga broken home)
2. Kontrol dari orang tua yang rendah,yang menyebabkan
3. berkurangnya disiplin dalam kehidupan keluarga.
4. Orang tua yang bersikap otoriter
5. Tuntutan orang tua terlalu tinggi atau tidak sesuai dengan kemampuan yang dimiliki anak.
Kehadirannya dalam keluarga tidak diinginkan,sehingga orang tua tidak menyayanginya.

• Lingkungan Sekolah
1. Tuntutan kurikulum yang terlalu tinggi atau terlalu rendah disbanding kemampuan rata-rata anak yang bersangkutan
2. Longgarnya disiplin sekolah menyebabkan terjadinya pelanggaran peraturan yang ada.
3. Anak-anak sering tidak belajar karena guru sering tidak masuk,sehingga perilaku anak tidak terkontrol
4. Pendekatan yang dilakukan guru tidak sesuai dengan perkembangan remaja
5. Sarana dan prasarana sekolah kurang memadai,akibatnya aktivitas anak jadi terbatas.

• Lingkungan Masyarakat
1. Kurangnya partisipasi aktif dari masyarakat dalam membelajarkan anak atau mancegah pelanggaran tata tertib sekolah
2. Media cetak dan media elektronik yang beredar secara bebas yang sebenarnya belum layak buat remaja,misalnya berupa gambar porno,buku cerita cabul.
3. Adanya contoh/model di lingkungan masyarakat yang kurang menguntungkan bagi perkembangan remaja, misalnya main judi, minuman keras dan pelacuran

4. USAHA APA SAJA YANG DILAKUKAN UNTUK MENANGGULANGI TERJADINYA PERILAKU MENYIMPANG

Penyimpangan perilaku remaja atau siswa tidak hanya merugikan dirinya dan masa depannya,tetapi juga orang lain dan memusnahkan harapan orang tua,sekolah dan bangsa.oleh karna itu diperlukan tindakan nyata agar tingkah laku yang menyimpang tersebut dapat diatasi.usaha tersebut dapat bersifat pencegahan(peventif), pengentasan(currative), pembentulan (corrective), dan penjagaan atau pemeliharaan (preservative).

usia remaja, usia mencari identitas dan eksistensi diri dalam kehidupan di masyarakat. Dalam proses pencarian identitas itu, peran aktif dari ketiga lembaga pendidikan akan banyak membantu melancarkan pencapaian kepribadian yang dewasa bagi para remaja.
Pertama, memberikan kesempatan untuk mengadakan dialog untuk menyiapkan jalan bagi tindakan bersama. Sikap mau berdialog antara orangtua, pendidik di sekolah, dan masyarakat dengan remaja pada umumnya adalah kesempatan yang diinginkan para remaja. remaja membutuhkan akan nasihat, pengalaman, dan kekuatan atau dorongan dari orang tua.
Kedua, menjalin pergaulan yang tulus.
Ketiga, memberikan pendampingan, perhatian dan cinta sejati. perlu dipahami bahwa setiap individu memerlukan rasa aman dan merasakan dirinya dicintai. Dengan usaha-usaha dan perlakuan-perlakuan yang memberikan perhatian, cinta yang tulus, dan sikap mau berdialog, maka para remaja akan mendapatkan rasa aman, serta memiliki keberanian untuk terbuka dalam mengungkapkan pendapatnya.
Lewat kondisi dan suasana hidup dalam keluarga, lingkungan sekolah, ataupun lingkungan masyarakat seperti di atas itulah para remaja akan merasa terdampingi dan mengalami perkembangan kepribadian yang optimal dan tidak terkungkung dalam perasaan dan tekanan-tekanan batin yang mencekam.
Pertama, aspek pendidikan formal/lingkungan sekolah.
Pendidikan yang lebih menekankan kepada bimbingan dan pembinaan perilaku konstruktif, mandiri dan kreatif menjadi faktor penting, karena melatih integritas mental dan moral remaja menuju terbentuknya pribadi yang memiliki daya ketahanan pribadi dan sosial dalam menghadapi benturan-benturan nilai-niai (clash of value) yang berlaku dalam lingkungan remaja itu sendiri berikut lingkungan sosialnya.
Kedua, aspek lingkungan keluarga, jelas memberi andil yang signifikan terhadap berkembangnya pola perilaku menyimpang para remaja, karena proses penanaman nilai-nilai bermula dari dinamika kehidupan dalam keluarga itu sendiri dan akan terus berlangsung sampai remaja dapat menemukan identitas diri dan aktualisasi pribadinya secara utuh.
Ketiga, aspek lingkungan pergaulan Hal ini menyangkut keinginan akan pengakuan keberadaan remaja dalam kelompok. Maka, perlu diciptakan lingkungan pergaulan yang kondusif, agar situasi dan kondisi pergaulan dan hubungan sosial yang saling memberi pengaruh dan nilai-nilai positif bagi aktifitas remaja dapat terwujud.

Keempat, aspek penegakan hukum/sanksi. Ketegasan penerapan sanksi mungkin dapat menjadi shock teraphy (terapi kejut) bagi remaja yang melakukan tindakan-tindakan yang menyimpang. Dan ini dimulai dari lingkungan keluarga, sekolah, kepolisian dan lembaga lainnya.
Terakhir, aspek sosial kemasyarakat. Terciptanya relasi-relasi sosial yang baik dan serasi di antara warga masyarakat sekitar, akan memberi implikasi terhadap tumbuh dan berkembangnya kontak-kontak sosial yang dinamis, sehingga muncul sikap saling memahami, memperhatikan sekaligus mengawasi tindak perilaku warga terutama remaja di lingkungannya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar